Selasa, 23 Maret 2010

Dosa vs Kebajikan

Selasa, 23 Maret 2010

Dosa dan kebajikan, di ibaratkan seperti kebaikan dan keburukan. Orang yang melakukan perbuatan dosa bisa dikatakan bahwa orang itu melakukan keburukan, demikian pula sebaliknya. Terkadang sulit dibedakan karena di antara keduanya, yang terkadang disamarkan dalam bentuk perbuatan. Perbuatan yang baik dikatakan buruk dan yang buruk di katakan baik. Namun manusia yang telah di berikan akal oleh Allah untuk memikirkan perbedaan dari keduanya tak jarang tertipu karena pintarnya keburukan itu, dia bersembunyi di balik tirai kebaikan.

Kata dosa dalam Al Quran sering diungkapkan dengan kata az zanb (الذنب), atau al jurm (الجرم). Dosa yang berarti melakukan sesuatu yang dilarang atau meninggalkan suatu perbuatan yang diperintahkan syariat Islam, memiliki akibat dan dampak negatif, baik bagi sipelaku maupun lingkungan sekitarnya.
Dosa merupakan perbuatan yang mengarah pada perbuatan yang di benci Allah dan perbuatan tersebut akan menjerumuskan manusia ke dalam neraka. Dosa, selama ini dipahami oleh umat Islam sebagai pelanggaran atas aturan-aturan yang telah ditentukan oleh agama.
Allah SWT menegaskan dalam al-Qur’an
... وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُوْنَ (الجاثية : 15)
“Barang siapa mengerjakan kejahatan (dosa) maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudiaan kepada Tuhanmu kamu dikembalikan (QS Al-Jatsiyah [45]:15).
Artinya, seseorang yang melakukan perbuatan dosa atau melanggar hukum syariat, di dunia orang tersebut akan mendapatkan sanksi sesuai dengan perilakunya, dan kelak di akhirat ia dijerumuskan ke dalam api neraka.
Dari sisi psikologis, orang yang melakukan perbuatan dosa tidak merasa aman dan tenteram dalam hidupnya, karena ia selalu berusaha menutup-nutupinya, karena khawatir jika dosanya akan diketahui orang lain atau khalayak umum. Dosa dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang senantiasa bergolak dalam jiwa, tidak tenang, gelisah, gundah-gulana, ragu dan takut bila diketahui oleh orang lain. Namun sayangnya, banyak perkara yang awalnya seorang merasa ragu untuk melakukannya, karena terbiasa dan lihai akhirnya menjadi lancar, melakukannya dengan tenang, meskipun setelah melakukannya, hati nuraninya menjerit, menyesal, kenapa semua itu harus terjadi..
Seorang koruptor, misalnya, sepanjang hidupnya akan selalu dihantui ketakutan akan terbongkarnya perilaku korupsinya oleh aparat yang berwenang, begitu juga dengan pembunuh, penipu, dan yang lainnya. Karena itu, pelaku dosa biasanya akan menikmati keuntungan dari hasil prilakunya sesaat, dan kerugiannya sepanjang hayat.
Contoh lain adalah orang berzina, minum khamr, judi, sangat tahu bahwa itu haram, tapi karena terbiasa rasa bersalah itu tak lagi muncul. Inilah pertanda tertutupnya hati dan hilangnya rasa malu, sebagaimana peringatan keras Rasulullah, "Idzaa lam tastahii fashna'maa syi'ta... Apabila kamu tidak malu berbuatlah sekehendak hatimu". Juga rambu-rambu lain dari Rasulullah bahwa orang yang berbuat dosa dalam hatinya akan ada noktah atau noda hitam. Bila bertaubat maka noda itu akan terhapus dan kembali bersih, tapi bila dosa dilakukan berulang-ulang maka ia akan menjadikan hati keras dan tertutup. Lebih keras dari batu.
Sedangkan kebajikan, itu adalah budi pekerti yang baik, sesuatu yang membuat hati ini tenang ketika si pelaku melakukan sebuah kebajikan. Berlawanan arah dengan dosa, yang akan membuat si pelaku dan orang lain merasa gelisah setelah melakukan dosa. Kebajikan dapat diwujudkan dengan cara bermu’amalah dengan orang lain dengan mengormati mereka, di wujudkan dengan ketaatan kepada Allah, baik secara lahir maupun batin.

Hadist mengenai Dosa dan Kebajikan.
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمِ بْنِ مَيْمُونٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الأَنْصَارِيِّ، قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْبِرِّ وَالإِثْمِ فَقَالَ ‏"‏ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ ‏"‏

Dari Nawas bin Sam’an rodhiallohu ‘anhu bahwa Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan dosa itu adalah segala sesuatu yang menggelisahkan perasaanmu dan yang engkau tidak suka bila dilihat orang lain.” (HR. Muslim)
عَنْ وَابِصَةَ بْنِ مَعْبَدٍ الأَسَدِيِّ ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِوَابِصَةَ : جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ وَالإِثْمِ ؟ قَالَ قُلْتُ : نَعَمْ ، قَالَ : فَجَمَعَ أَصَابِعَهُ فَضَرَبَ بِهَا صَدْرَهُ وَقَالَ : اسْتَفْتِ نَفْسَكَ ، الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ ، وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ، والإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ ، وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ ، وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ)) .

Dan dari Wabishah bin Ma’bad rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Aku datang kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan?” Aku berkata,” Ya.” Beliau bersabda, “Bertanyalah kepada hatimu. Kebajikan adalah apa yang menjadikan tenang jiwa dan hati, sedangkan dosa adalah apa yang menggelisahkan jiwa dan menimbulkan keraguan dalam hati, meskipun orang-orang terus membenarkanmu.” (Hadits hasan yang diriwayatkan dari Musnad Imam Ahmad bin Hambal dan Musnad Imam Ad-Darimi dengan sanad Hasan)

Kandungan Hadist
Kedua hadist di atas, memiliki kandungan sebagai berikut :
1. Definisi Al-Birr (kebajikan)
Dalam hadits Nawwas bin Sam’an ra., Nabi Muhammad S.A.W., mendefinisikan kebaikan dengan akhlak yang terpuji. Sedangkan dalam Hadits Wabishah bin Ma’bad ra., dijelaskan bahwa kebajikan adalah apa-apa yang mendatangkan ketenangan dalam hati dan jiwa.
Sekilas, dua hadits tersebut memiliki perbedaan dalam mendefinisikan kebajikan. Hal ini bisa dijabarkan, bahwa mempunyai dua pengertian, yaitu :
a. Yang dimaksud dengan kebajikan adalah bermuamalah dengan orang lain dengan berbuat baik kepada mereka. Bisa juga secara khusus kepada dua orang tua, seperti sering disebutkan, “Birrul Walidain.”
b. Yang dimaksud dengan Al-Birru (kebajikan) adalah semua perbuatan yang merupakan wujud dari ketaatan kepada Allah, baik lahir ataupun batin meliputi semua ketaatan kepada Allah yang bersifat batin, seperti: iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan iman kepada hari Akhir. Juga meliputi perbuatan zahir, seperti : Infak, shalat, zakat, menepati janji, sabar, dan lain sebagainya.

Sabda beliau “Kebajikan itu keluhuran akhlaq”, maksudnya ialah bahwa keluhuran akhlaq adalah sebaik-baik kebajikan, sebagaimana sabda beliau “Haji adalah Arafah”. Adapun kebajikan adalah perbuatan yang menjadikan pelakunya menjadi baik, selalu berupaya mengikuti orang-orang yang berbuat baik, dan taat kepada Allah yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi.
Yang dimaksud dengan berakhlaq baik (husnul khuluqi) yaitu jujur dalam bermuamalah, santun dalam berusaha, adil dalam hukum, bersungguh-sungguh dalam berbuat kebajikan, dan beberapa sifat orang-orang mukmin yang Allah sebutkan di dalam surah Al Anfal :
إِنَّمَا المُؤْمِنُوْنَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيْمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ (2) الَّذِيْنَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ (3) أُولَئِكَ هُمُ المُؤْمِنُوْنَ حَقًا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ (4)
“Orang-orang mukmin yaitu orang-orang yang ketika nama Allah disebut, hati mereka gemetar, dan ketika ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, iman mereka bertambah, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) mereka yang melaksanakan shalat dan mengeluarkan infaq dari sebagian harta yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar mukmin”. (QS. 8 : 2-4)


Dan firman-Nya :
التَّائِبُوْنَ العَابِدُوْنَ الحَامِدُوْنَ السَّاحِرُوْنَ الرَّاكِعُوْنَ السَّاجِدُوْنَ الأَمِرُوْنَ بِالمَعْرُوْفِ وَالنَّاهُوْنَ عَنِ المُنْكَرِ وَالحَافِظُوْنَ لِحُدُوْدِ اللهِ وَبَشِّرِ المُؤْمِنِيْنَ (التوبة : 112)
“Orang-orang yang bertobat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang mengembara (di jalan Allah), yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat mungkar, serta yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu”. (QS. 9 : 112)

Dalam Al-Qur’an, banyak sekali ayat-ayat yang menggunakan kata atau akar kata al-birr ini. Kata al-birr dalam Al-Qur’an ini, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kebaikan dalam arti umum
Seperti firman Allah swt.
...وَتَعَـاوَنُوا عَلَى البـِرِّ وَالتَّــقْوَى وَلاَ تَعَـاوَنُوْا عَـلَى الإِثْمِ وَالعُدْوَانِ.... (المائدة : 2)
“… Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian bertolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan …”(Al-Maidah: 2),
Oleh karenanya, Allah swt. melarang kita untuk memerintahkan orang lain mengerjakan kebaikan, sementara kita sendiri tidak melaksanakannya, seperti firman-Nya
أَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الكِتَابَ، أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ (البقرة 44)
“Mengapa kalian memerintahkan orang lain untuk mengerjakan kebaikan, sedangkan kamu melupkan dirimu sendiri, padahal kalian membaca al-kitab (Taurat), maka tidakkah kamu berfikir?” (Al-Baqarah: 44)
b. Kebaikan dalam arti birrul walidain
Kebaikan seperti ini adalah sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam QS. Maryam: 14
وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا (مريم 14)
“Dan berbakti kepada kedua orangtuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.”
c. Kebaikan dalam berinfak
Sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an (Ali Imran: 92),
لَنْ تَنَالُوْا البِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ، وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيْمٌ (آل عمران 92)
“Kamu sekali-kali tidak akan sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
d. Kebaikan dalam bentuk sifat manusia yang baik.
Seperti yang Allah swt. firmankan (Ali Imran: 193),
...رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّآتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأَبْرَارِ (آل عمران 193)
“Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang berbakti.”
e. Keluasan cakupan bentuk kebaikan
Yaitu sebagaimana yang Allah swt. jelaskan dalam Al-Qur’an (Al-Baqarah: 177)
لَيْسَ البِرَّ أَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ وَلَكِنَّ البِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالكِتَابِ وَالنَّبِيِّيْنَ وَآتَى المَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِى القُرْبَى وَاليَتَامَى وَالمَسَاكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَالسَّائِلِيْنَ وَفِى الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَوةَ وَآتَى الزَّكَوةَ وَالُموْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوْا وَالصَّابِرِيْنَ فِى البَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ البَأْسِ، أُوْلَئِكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَأُولَئِكَ هُمُ المُتَّقُوْنَ (البقرة 177)
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

2. Kebenaran bisa diketahui dari Fitrah manusia.
Rasulullah saw. bersabda, “Bahwa kebajikan adalah sesuatu yang mendatangkan ketenangan dalam hati dan jiwa”, merupakan bukti bahwa Allah swt. telah memberikan fitrah kepada hambanya untuk bisa mengetahui dan menerima kebenaran. Rasulullah bersabda, “Setiap bayi dilahirkan dalam kemurnian fitrahnya (dalam keadaan suci).”
Abu Hurairah ra., yang meriwayatkan hadits ini berkata, “Jika kalian mau, bacalah, “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.”
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah
... فِطْرَتُ اللهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا، لاَ تَبْدِيْلَ لخَِلْقِ اللهِ.... (الروم 30)
“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah”.
Allah juga telah memberitahukan bahwa hati seorang mukmin akan merasa tenang dengan zikir kepada-Nya, kerana hati akan lapang dengan cahaya keimanan, maka ketika berhadapan dengan sesuatu yang sifatnya samar (tidak jelas), akan dikembalikan kepada hati. Jika hati merasa tenang maka hal itu adalah kebajikan. Namun jika hati merasa resah dan gelisah maka bisa dipastikan bahwa hal itu adalah dosa.

3. Definisi Dosa (itsmun).
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “Dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya”. Maksudnya adalah perbuatan yang ditolak oleh hati nurani.
Dosa juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang negatif, diantara nama lain dari dosa itu adalah dzambun, dzulmun atau bisa diartikan perbuatan dzolim kepada orang lain, tabdzir. Ada sebuah ayat yang mengatakan, bahwasanya at tabdzir adalah salah satu perbuatan syaitan. Tabdzir, adalah menghambur-hamburkan harta untuk tujuan yang tidak jelas, tidak ada manfaatnya, kecuali hanya mengikuti nafsu belaka.
Ini merupakan suatu pedoman untuk membedakan antara dosa dan kebaikan. Dosa menimbulkan keraguan dalam hati dan tidak senang jika orang lain mengetahuinya. Yang dimaksud dengan “orang lain” di sini adalah orang-orang baik, bukan orang-orang yang telah rusak akhlaqnya.

4. Tanda-tanda dosa
Dosa memiliki dua tanda. Tanda yang sifatnya di dalam dan tanda yang sifatnya di luar. Tanda yang sifatnya di dalam adalah kegundahan di dalam hati atau perasaan tidak tenang, seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadistnya:
الإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ ، وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ
“Dosa adalah apa-apa yang menimbulkan kegundahan di dalam hati.” Dengan demikian, betul apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud bahwa dosa adalah kepedihan hati.
Adapun tanda-tanda luar adalah tidak suka jika dilihat orang lain. Rasa tidak suka yang diukur oleh ukuran agama.


Related Posts :

0 komentar:

Posting Komentar

 

haqqy-weblog is proudly powered by Blogger.com | Template by Blog Zone